Notification

×

Iklan

Iklan

FILSAFAT PEMERINTAHAN DARI NDARAHA, HINGGA DI "PAHAM" KAN BERTRAND RUSSELL.

Minggu, 20 September 2020 | 07:13 WIB Last Updated 2020-09-19T23:13:34Z




Oleh : Roby Lumi

MANADO KOMENTAR - Filsafat Pemerintahan adalah bagian dari ilmu filsafat yang mempertanyakan baik buruknya pemerintahan. Melalui filsafat pemerintahan, moral pemerintahan diajukan dicari dan dimaknai. dari sisi ilmu pemerintahan, filsafat pemerintahan dipandang sebagai cabang ilmu pemerintahan yang berbicara tentang apa yang oleh Ndraha metafisika pemerintahan. Mengikuti pikiran Ndraha, filsafat pemerintahan, sesungguhnya merupakan kajian tentang pentingnya pelayanan civil dan jasa publik guna memenuhi tuntutan manusia.

Menentukan dimana letak filsafat pemerintahan sama persis dengan menentukan arah bagi perjalanan studi filsafat pemerintahan itu sendiri. Jika filsafat pemerintahan hendak dilabuhkan pada makna pemerintahan sebagaimana konstruksi kybernologi maka diperlukan langkah penting

Memaknai filsafat pemerintahan sebagai sebuah sistem berpikir. Langkah ini penting mengingat salah kaprah tentang filsafat pemerintahan dapat ditemui dimana saja. Beberapa tulisan dengan judul tebal filsafat pemerintahan kehilangan arah karena gagal memisahkan filsafat dari teologi, mitos, dan karya sastra.

Benar bahwa semua pemikiran filsafat berawal dari mitos dan juga teologi. Tetapi kedua hal yang disebut terakhir berhenti manakala filsafat melangkah pada tujuannya untuk menjelaskan makna. Pertanyaan-pertanyaan filsafat jauh merasuk, menggoncang, menyanggah, dan meminta penjelasan atas segala hal yang dalam mitos dan teologi diterima sebagai hal yang tidak dapat dipertanyakan.

Memasukan tulisan teologi dalam kajian filsafat pemerintahan sama sekali tidak bermanfaat kecuali justru untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang dasar dan makna dari semua pernyataan teologis itu sendiri.

Sebagaimana dipahamkan Bertrand Russell  merupakan bidang kajian yang terletak ditengah-tengah antara teologi dan sains.

Semua pengetahuan definitif, ada dalam sains. Semua dogma yang melampaui pengetahuan definitif ada dalam teologi. Antara sains dan teologi, terdapat wilayah tak bertuan yang ditempati filsafat. Filsafat, sejak kemunculannya di Yunani pada abad 6 SM, hingga saat ini dari Thales hingga Habermas tidak lain adalah suatu sistem berpikir.

Sebagai sistem berpikir, filsafat merupakan gambaran utuh pikiran manusia yang dimulai dari ide hingga dijelmakan dalam motif tindakan.

Kedua, menetapkan fokus. Apabila filsafat pemerintahan telah dipahami sebagai sistem berpikir maka langkah berikutnya menetapkan fokus kajian terhadap pertanyaan-pertanyan pokok dalam filsafat pemerintahan. Jonathan Wolff  mengemukakan hanya ada dua pertanyaan pokok dalam filsafat yang mengkaji kekuasaan.

Pertama, pertanyaan tentang siapa mendapatkan apa. Kedua, pertanyaan tentang siapa yang berkata apa. Pertanyaan pertama sangat dekat dengan konstruksi kybernologi tentang pemerintah selaku penyedia layanan civil dan jasa publik.

Peran pemerintah selaku wasit yang adil dipertanyakan dalam konstruksi filsafat pemerintahan yang mengangkat pertanyaan ini. Tidak diragukan bahwa kybernologi berjalan diatas langkah filsafat Hobbes yang mengkonstruksikan kondisi asali pemerintahan sebagai situasi kelangkaan (scarcity).

Tetapi meskipun ditolak oleh Locke dan Rousseau, teori tentang kelangkaan hampir tidak terbantahkan. Pemerintah dimata Hobbes, dan juga Kybernologi, hadir untuk mengatasi kelangkaan ini. Bagi Kybernologi, tugas pemerintah adalah membagi secara adil. Pernyataan tentang adilnya pemerintah nampaknya akan menjadi mata air dimana dahaga filsafat pemerintahan dipuaskan.

Tetapi filsafat pemerintahan tidak cuma memuaskan dahaga. Filsafat pemerintahan membutuhkan makan untuk terus bergerak maju. Makanan itu didapat dari upaya menjawab pertanyaan kedua Wolff: siapa mengatakan apa? Pertanyaan ini mengarah pada subjek pemerintahan.

Subjek pemerintahan adalah pribadi pelaku pemerintahan. Dalam bahasa Kybernologi subjek itu adalah aktor. Nraha mengungkapkan :”pelaku yang berkewajiban memenuhi kebutuhan tersebut adalah aktor (aktris, public actor) dan nilai yang dinikmati oleh pengguna dari action seorang aktor disebut layanan.

Upaya menjawab pertanyaan siapa mengatakan apa adalah pekerjaan menghadirkan aktor sebagai seorang artis yang melayani dengan seni, menampilkannya dalam wajah semar sang penuntun, atau menghadirkannya dalam rupa wasit yang adil dari pertandingan memperebutkan sumber daya dalam kelangkaan.

Filsafat pemerintahan sejatinya mencari muasal, tujuan, dan makna subjek pemerintahan ini.

Menyusun suatu kerangka kerja filsafat pemerintahan. Ini adalah langkah yang tidak dapat digapai semudah penyulap mengucap mantra. Sejak Platon hingga Hobbes, kerangka kerja filsafat pemerintahan, lebih tepatnya filsafat politik, bertalian dengan aspek-aspek pengaturan tata negara. Aspek pelayanan masyarakat di Era Pemerintahan berikutnya adalah terletak pada Karya dari Sosok Seorang Teknokrat Pendidikan yang sangat PAHAM dengan peradaban Masyarakat yang Cerdas dan memahami Ruang budaya yang bertuan.


×
Berita Terbaru Update