Notification

×

Iklan

Iklan

Kata Maaf TAHULENDING Berujung RESTORATIVE JUSTICE Untuk TUMIDA

Senin, 11 Juli 2022 | 20:20 WIB Last Updated 2022-07-11T12:20:43Z


MINSEL KOMENTAR - Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan(Minsel) menghentikan penuntutan terhadap kasus penganiyaan,Penghentian ini melalui upaya restorative justice (RJ).
Kata maaf dari ANDRINCE TAHULENDING Berujung RESTORATIVE JUSTICE bagi REIN TUMIDA.
Ada yang istimewa dari sebuah maaf. Meluruhkan kemarahan, membasuh habis kesedihan, dan meruntuhkan keegoisan. Terkadang memaafkan terasa lebih menyakitkan daripada luka yang kita derita, yaitu untuk memaafkan orang yang membuat luka. Namun, tidak akan ada kedamaian tanpa saling memaafkan.

Tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana) yang terjadi pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 sekitar jam 07.00 WITA di Desa Boyongpante Dua Jaga IV Kec. Sinonsayang Kab. Minahasa Selatan, kejadian tersebut dialami oleh Korban ANDRINCE TAHULENDING dan dilakukan oleh Tersangka REIN TUMIDA.

Kronologis awal mula kejadian saat Korban ANDRIACE TAHULENDING bersama istri pergi ke rumah tersangka untuk menanyakan kenapa Tersangka REIN TUMIDA menanam cengkih di kebun Saksi Korban, namun karena pada waktu itu Tersangka tidak ada di rumahnya, maka Saksi Korban memutuskan untuk pulang ke rumah. Tidak lama kemudian Tersangka pulang ke rumahnya dan mendengar informasi dari istri Tersangka bahwa Saksi Korban datang beserta istrinya dan mengamuk di rumah Tersangka sambil mencari Tersangka, mengetahui hal tersebut Tersangka emosi dan langsung berjalan pergi mencari Saksi Korban, dan berinisiatif menunggu Saksi Korban di lorong jalan paving karena Tersangka mengetahui bahwa nanti Saksi Korban akan melewati lorong tersebut, tidak lama ketika Saksi Korban berjalan di lorong tersebut, Tersangka langsung menghalangi Saksi Korban beserta istrinya lalu berkata “KIAPA NGANA MENGAMUK DI RUMAH PA KITA? ”(Kenapa kamu mengamuk di Rumah saya?). Sementara Saksi Korban bercerita, Tersangka langsung memukul Korban dengan kedua tangan Tersangka dengan posisi tangan
terkepal yang mengena di bagian muka/wajah tepatnya di bagian mulut/bibir, hidung dan rusuk sebelah kanan yang pada saat itu di saksikan oleh istri Saksi Korban, dan Saksi JEFRI MANARAT sebanyak 5 (lima) kali.
Akibat peristiwa penganiayaan tersebut Saksi Korban merasa sakit dan pusing di bagian kepala sebagaimana diterangkan dalam Visum Et Repertum yang dikeluarkan oleh PUSKESMAS ONGKAW dengan hasil pemeriksaan :
Terdapat perdarahan pada daerah mulut.
Terdapat luka robek pada bibir atas dengan diameter 0,5 (nol koma lima) centimeter.
2 (Dua) gigi seri atas jatuh.
Nyeri tekan pada daerah rusuk kanan.
Pada hari Selasa tanggal 28 Juni 2022, bertempat di kantor.

Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan telah dilaksanakan pertemuan antara Korban ANDRINCE TAHULENDING, Keluarga Korban, Keluarga Tersangka, Hukum Tua Desa Boyongpante, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dan Penyidik Polsek Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan untuk dilakukan upaya perdamaian antara Korban dan Tersangka, dalam pertemuan tersebut Korban Andrince Tahulending memaafkan perbuatan Tersangka Rein Tumida dan meminta penghentian perkara yang sedang dijalani oleh tersangka.
Setelah kejadian tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan BUDI HARTONO, S.H., M.Hum, Kasi Pidum WIWIN B. TUI, S.H. serta Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara ERIKA, S.H. dapat mendamaikan, menenangkan dan menetralisir situasi antara Tersangka dan Korban.
Selanjutnya pada hari Senin tanggal 11 Juli 2022 di lakukan ekspose secara virtual Bersama Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum atas perkara tersangka REIN TUMIDA untuk dilakukan RJ (Restorative Justice), dari hasil Ekspose bahwa kini REIN TUMIDA bebas tanpa syarat setelah Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif atas nama REIN TUMIDA yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. FADIL ZUMHANA dan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda AGNES TRIANI, S.H., M.H. melalui ekspose secara virtual.
Adapun alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan, yaitu:
Tersangka Baru pertama Kali melakukan Tindak Pidana;
Tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban dihadapan Jaksa Penuntut Umum yang dihadiri oleh perwakilan keluarga korban dan tersangka.
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E poin 2 huruf b disebutkan bahwa untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang, dapat dilakukan penghentian.

Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tindak pidananya hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. FADIL ZUMHANA memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan.
"Menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum."ujar Zumhana.     (Dotu)

×
Berita Terbaru Update