Notification

×

Iklan

Iklan

Sengketa Tanah Kolongan Atas Sonder, Kuasa Hukum Keluarga: Gugatan Pengacara LCS Jadi Bumerang

Jumat, 31 Mei 2024 | 00:24 WIB Last Updated 2024-05-30T16:24:56Z


MANADO KOMENTAR-Polemik kasus tanah yang terletak di Desa Kolongan Atas, Kecamatan Sonder, Minahasa terus bergulir.


Kasus ini berakibat dilaporkannya seorang oknum pengacara berinisial LCS alias Louis ke Polda Sulut. Kalau tahun lalu, kasus ini bergulir dalam ranah pidana yang ketika itu telah naik sampai tingkat penyidikan, kali ini merambat memasuki ranah hukum perdata.


“Kendati telah menduduki bahkan telah menikmati hasil tanah yang belum jelas mereka miliki tersebut selama bertahun-tahun, mungkin karena keragu-raguan itu, LCS pun mengajukan gugatan atas kepemilikan tanah melalui Pengadilan Negeri Tondano,” ungkap Billy B. Matindas, Kuasa Hukum Keluarga Tampi, yang mewakili pihak tergugat dalam perkara perdata itu.


“Namun gugatan itu malah menjadi bumerang bagi oknum pengacara tersebut karena ternyata, lewat Putusan Nomor 126/Pdt.G/2023/PN.Tnn, gugatan Penggugat (LCS) ditolak seluruhnya. Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Erenst Jannes Ulaen, S.H., M.H., dengan anggota Nur Dewi Sundari, S.H., M.H., dan Dominggus Adrian Puturuhu, S.H., M.H., tersebut dalam pertimbangan hukumnya dengan tegas menyatakan, Penggugat (LCS) seharusnya jeli dan teliti dalam hal melakukan pembelian tanah objek sengketa, pembeli tidak dapat dikualifikasikan sebagai pembeli beritikad baik karena pembelian dilakukan dengan ceroboh, ialah pada saat pembelian sama sekali tidak meneliti hak dan status tanah terperkara, karenanya ia tidak pantas untuk dilindungi,” ungkap Billy Matindas.


Seperti diketahui bahwa LCS dilaporkan oleh Keluarga Tampi ke Polda Sulut karena pada tahun 2014, memproses penerbitan SHM Nomor 357 di BPN Minahasa atas tanah yang sudah bersertifikat, yaitu SHM Nomor 79 milik Keluarga Tampi yang terbit sejak tahun 1982 dan telah dilakukan pengecekan di BPN Minahasa tahun 2019 serta dinyatakan telah sesuai daftar oleh kantor agraria tersebut.


“Hal yang janggal pula, Kepala BPN Minahasa pada saat itu yang dijabat oleh Sylvana Ellen Senduk, tetap memproses permohonan sertifikat Schramm, padahal sudah tahu persis bahwa di atas tanah itu sudah ada sertifikatnya,” tambah Billy.


Lanjutnya, Donald Anis, seorang pensiunan pegawai BPN yang dihadirkan di pengadilan selaku ahli pun berpendapat, “apabila (Kepala) BPN melakukan penarikan atau pembatalan sertifikat (milik Tergugat, Keluarga Tampi) tanpa ada putusan pengadilan berarti proses itu cacat dan ada sanksi, contohnya ditegur atau ditunda kenaikan pangkat atau jabatan dicabut!”


“Putusan hakim sudah tepat, hakim memutus berdasarkan hukum tanpa melihat kedudukan pihak yang berperkara, demikianlah seharusnya penerapan hukum murni,” katanya.


Menurut Billy Matindas, “Putusan ini harusnya menjadi amunisi bagi kawan-kawan di Polda untuk melanjutkan penanganan perkara pidana terkait kasus ini,” kata Billy.


“Selaku warga masyarakat yang taat hukum, kita tentunya berharap semua pihak terkait dapat melaksanakan hak dan kewajiban hukumnya, demi Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.


Aldrin

×
Berita Terbaru Update