Notification

×

Iklan

Iklan

Patungan Beli Tiket ke Jakarta, 7 Warga Sulut di Duga Korban Mafia Tanah, Mengadu ke AHY

Kamis, 30 Mei 2024 | 09:34 WIB Last Updated 2024-05-30T01:34:40Z

 


JAKARTA KOMENTAR-Sedikitnya tujuh orang perwakilan warga Sulawesi Utara (Sulut) yang mengaku korban dari mafia tanah mendatangi kantor Kementerian BPN-ATR di Jakarta, Rabu (29/5/2024).


Mereka mengaku datang langsung dari Sulut ke Jakarta hanya untuk mencari keadilan terhadap para mafia tanah yang mereka nilai sudah sangat meresahkan.


Mereka yang datang dari jauh melewati beberapa pulau ke kantor Kementerian BPN ATR hanya ingin mengadukan nasib dan hak mereka yang telah direbut oleh pihak mafia tanah.


Alasan ketujuh perwakilan warga datang langsung ke Jakarta karena merasa sudah bertahun-tahun mengurus permasalahan hak atas tanah atau lahan ke kantor pertanahan di wilayah Sulut tidak kunjung terselesaikan.


"Kami datang ke sini karena kami mengurus permasalahan tanah kami ini dari Manado sudah sekian tahun tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah di Sulawesi Utara," ujar Meykel Wureang, satu dari tujuh warga Sulut yang datangi Kementerian BPN-ATR.


Dengan sedikit bekal dan tekad, dirinya bersama warga asal Sulut yang mengalami hal sama akhirnya memutuskan untuk mengadukan langsung permasalahan yang dihadapi selama ini ke kantor Menteri BPN-ATR, Agus Yudhoyono Harimurti (AHY).


"Kita patungan untuk mendapatkan uang tiket dan sampailah kita di sini (Jakarta-red)," ujar Meykel.


Dari pengakuan yang mereka sampaikan, mayoritas permasalahan warga di wilayah Sulut, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) palsu, penyerobotan lahan hingga intimidasi dan kekerasan terhadap warga yang mempertahankan hak atas lahan yang mereka yakini.


Seperti yang diungkapkan Miranty Mahadur, dirinya mewakili beberapa warga yang mengalami dan menjadi korban kasus mafia tanah yang tidak pernah diselesaikan.


Menurutnya, kasus mafia tanah yang ada di Sulawesi Utara, khususnya di wilayah Manado sudah sangat meresahkan. 


"Karena tidak ada satu action pun yang dilakukan oleh Kanwil pertanahan Sulawesi Utara ataupun Kantah Manado dan Minahasa. Tidak ada terobosan terkait dengan slogan pak AHY gebuk-gebuk mafia tanah," ujarnya kesal.


"Malah yang terjadi di Sulawesi Utara itu masyarakat lah yang digebuk mafia tanah. Untuk itu kami datang ke sini untuk mencari keadilan," keluhnya.


Karena aksi dan manfaatnya tidak dirasakan warga dan tidak sejalan dengan jargon 'Gebuk Mafia Tanah' yang digaungkan oleh Menteri AHY, wanita setengah baya ini menyarankan lebih baik satgas mafia tanah dibubarkan saja karena tidak berfungsi dengan baik.


Dalam kesempatan ini, meskipun belum bisa bertemu langsung dengan Menteri AHY, dirinya meminta agar kementerian mengadakan pertemuan dengan warga yang merasa telah menjadi korban mafia tanah.


"Satu permintaan kepada bapak menteri yang terhormat pak AHY, kalau boleh buatlah rapat bersama dengan para korban mafia tanah. Biar bisa mendengar langsung apa saja yang menjadi keluhan dari para korban mafia tanah," pintanya.


Permintaan ini disampaikan Miranty, karena menurutnya Pemda atau kantor pertanahan di wilayah Sulawesi Utara sudah berkolusi dengan para mafia tanah.


"Karena di sana itu (oknum) penguasa bahkan sudah dalam satu lingkaran bersama para mafia tanah," tuturnya.


Seperti yang dialami Hendra Ekaristi Tatoda, menjadi korban penyerobotan lahan terkait proyek salah satu jalan tol di Sulut. Ada pihak yang mengklaim tanahnya dengan dokumen SHM dan hak guna pakai palsu.


"Bahwa (dokumen) tanah tersebut objeknya di luar lahan saya, tapi mengambil uang ganti rugi yang seharusnya menjadi hak saya," ungkapnya.


Atas dasar ini ia pun melaporkan ke pihak kepolisian mulai dari tingkat polres hingga Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan dokumen. Sempat kasusnya di SP3 (dihentikan) di tingkat Polres. 


Asa keadilan didapatkan setelah dirinya melaporkan ke Bareskrim Polri pada tanggal 3 Maret 2023 lalu. Namun sayang penanganan kasusnya hingga kini masih mengambang.


"Suratnya (dari Bareskrim) sudah turun untuk Polda Sulut segera ditindaklanjuti, tetapi sampai sekarang masih mengambang," ucapnya.


"Makanya kami sebagai masyarakat yang merasakan sebagai korban mafia tanah ini mencari keadilan di ibukota (Jakarta) ini," harapnya.


Hal yang hampir sama dialami Rizky Janto Patuwo, meskipun sudah mengantongi putusan pengadilan tata usaha tingkat Manado hingga tingkat MA yang memenangkan dirinya atas pihak yang mengklaim dengan SHM palsu.


Dirinya berharap dengan kedatangannya hari ini ke Kementerian BPN-ATR, mendapatkan kejelasan dengan mencabut SHM palsu yang dimiliki pihak lain.


"Ini sudah (putusan) inkrah, tapi sampai hari ini dari pihak BPN Kota Manado dan Kanwil Sulut tidak ada tindak lanjut mengenai putusan yang kami miliki," bebernya.


Sedikit berbeda dengan apa yang dialami Nilam Savitry Ekung dari Manado. Meskipun dirinya mengaku bukan korban penyerobotan lahan. Namun ulah mafia tanah telah menyebabkan salah satu keluarganya mengalami kekerasan fisik.


"Gara-gara ulah mafia tanah, anak saya sampai dianiaya oleh satpol pp Kota Manado. Anak saya sampai mengalami pembengkakan otak dan pembengkakan tulang belakang," ucapnya.


Apa yang dialami sang anak sudah dilaporkan ke pihak kepolisian, namun peristiwa dari dua tahun lalu sampai hari ini belum ada titik terang untuk penyelesaiannya.


"Sampai detik ini belum ada titik terangkarena berkas perkara itu (seperti) masih jadi bola dari kejaksaan negeri Manado ke Polresta. Sudah hampir dua tahun ini masih belum ada penyelesaian," ungkapnya.


Ketujuh warga asal Sulut ini sangat mengharapkan Menteri AHY mau menerima dan menemui mereka. Alih-alih bisa mengadukan persoalan yang dihadapi, baru sampai di depan gerbang kementerian, mereka tak diijinkan masuk dan kecewa.


"Sampai di sini (Jakarta), sepertinya BPN di Manado dan Pusat kurang lebih sama. Coba bayangkan, kita dari jauh dari Manado datang ke kantor kementerian (BPN-ATR) tapi baru sampai di sini (gerbang) pintunya langsung cepat-cepat ditutup," ucap Meykel.


"Mana pak AHY yang menyatakan gebuk-gebuk mafia tanah, presiden Kapolri menyatakan berantas mafia tanah. Sekarang kami sudah di sini, kami mohon tolong tanggapi kami," pinta Meykel mewakili yang lain. (Hans Montolalu)



×
Berita Terbaru Update