Notification

×

Iklan

Iklan

Senator SBANL Memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) BULD DPD Dengan Bapanas Dan KKP RI

Rabu, 13 Maret 2024 | 18:16 WIB Last Updated 2024-03-13T10:16:53Z

 


MINSEL KOMENTAR - Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BULD DPD RI) ,Ir. Stefanus BAN Liow, MAP  mendorong dan mendukung kebijakan-kebijakan dan program pemerintah pusat, dalam upayapeningkatan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan di daerah.



Dorongan dan dukungan ini disampaikan Senator Stefa ketika memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) BULD DPD RI dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kementerian Pertanian RI, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI,

dalam rangka pemantauan dan evaluasi rancangan peraturan daerah/peraturan daerah tentang 

ketahanan pangan pada hari Rabu, (13 /04/2024) di ruang rapat Sriwijaya Lt.2 Gedung DPD RI Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. 

RDP ini untuk menggali data dan informasi mengenai kebijakan, beberapa sektor terkait 

ketahanan pangan, untuk melihat dari perspektif harmonisasi legislasi pusat-daerah.

"Beberapa yang diulas antara lain aspek hubungan pusat-daerah atas kewenangan di sektor pangan, 

ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan keamanan pangan, stabilisasi pasokan dan harga 

pangan maupun penguatan kelembagaan pangan yang inklusif, serta kebijakan-kebijakan dan 

program-program yang ditetapkan oleh pemerintah antara lain kebijakan berbasis ekonomi biru 

yang berkelanjutan (sustainable blue economy)."ungkap Liow.

Acara diawali dengan pembukaan Ketua BULD, Ir. Stefanus BAN Liow, MAP., yang didampingi 

oleh Lily Amelia Salurapa, SE., MM. dan Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes, sebagai wakil ketua. 

Dalam forum RDP ini, materi disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan, Kerjasama, dan 

Hubungan Masyarakat Badan Pangan Nasional/Bapanas (Dr. Ir. Budi Waryanto, M.Si.), Plt. Kepala 

Biro Hukum Kementerian Pertanian (Pujianto Ramlan, SH., M.Si.), dan Kepala Biro Perencanaan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP (Dr. Andy Artha Oktopura, ST., MT., M.Eng.), yang 

didampingi oleh jajaran/tim dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sekretariat Jenderal 

Kementerian Pertanian, dan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyampaikan bahwa tantangan utama permasalahan, 

ketahanan pangan meliputi perubahan iklim ekstrim, dan situasi geopolitik yang tidak stabil, serta 

gangguan pasokan makanan.ini mendorong Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan dan program untuk mengatasi persoalan ketahanan pangan.

Saat ini Bapanas melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam rangka sinkronisasi kewenangan urusan 

Pemerintah di bidang pangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang 

Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.

Yang dijabarkan lebih lanjut melalui Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodifikasi, 

Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah sebagaimana diubah 

terakhir dengan Kepmendagri 900.1.5.151317 Tahun 2023.

Di akhir paparannya, Bapanas mendorong terjadinya keselarasan kinerja urusan pangan di daerah, berupa: meningkatnya 

ketersediaan pangan strategis dalam negeri, terentaskannya kerawanan pangan dan gizi,meningkatnya kualitas konsumsi pangan, meningkatnya keamanan dan mutu pangan, dan terwujudnya stabilisasi pasokan dan harga pangan.

Kementerian Pertanian dalam paparannya menyampaikan bahwa beberapa undang-undang 

yang terkait dengan pengaturan ketahanan pangan harus dilakukan harmonisasi sehubungan 

dengan telah diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah 

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. 

Dalam rangka peningkatan produksi, perlu didudukkan menyangkut perizinannya sebagaimana 

diatur dalam UU Cipta Kerja. Kemudian terdapat persoalan dari aspek tata hubungan pusat￾daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana urusan pangan merupakan urusan wajib, sementara pertanian sebagai penyedia bahan 

pangan merupakan urusan pilihan. Kesenjangan ini perlu mendapatkan titik temu.

Selanjutnya dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional, dan daya saing produk pertanian berupa: 

ketersediaan, akses dan konsumsi pangan, salah satunya adalah melalui peningkatan produktivitas dan produksi pertanian. 

Salah satu permasalahan dalam peningkatan produktivitas dan produksi pertanian yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelangkaan pupuk.

 Untuk memperpendek rantai distribusi pupuk, maka diperlukan kebijakan desentralisasi pupuk, dimana 

kewenangan produksi dan penyediaan pupuk tidak hanya dipegang oleh Pemerintah Pusat, 

tetapi sebagian diserahkan kepada daerah, sehingga ketersediaan pupuk di daerah dapat dipenuhi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa dalam rangka membangun 

ketahanan pangan, hasil laut dapat dijadikan episentrum pembangunan ketahanan pangan di sektor perikanan. Hal ini merupakan tantangan bagi KKP, mengingat harus dapat menyediakan 

kebutuhan pangan bagi populasi penduduk di darat (280 juta) dan di wilayah pesisir (140 juta) .

Sementara Indonesia mengalami peningkatan kekurangan gizi (10,2%) di atas skor global (9,2%).

Saat ini tengah diupayakan pergeseran penyediaan pangan dari perikanan tangkap ke perikanan 

budidaya. Hal ini perlu diatur dalam regulasi untuk penguatan ketahanan pangan.

KKP menerapkan kebijakan berbasis ekonomi biru kelautan dan perikanan berkelanjutan yang 

dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara 3 isu, yakni melindungi laut dan sumber 

dayanya; mengurangi tekanan dan aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan; dan menjaga kelestarian wilayah laut.

Hal ini dimaksudkan untuk memperluas perlindungan, mengurangi 

tekanan/dampak negatif kegiatan manusia, melestarikan dan menjaga kualitas ekosistem laut dan layanan ekosistemnya.

Perlu penguatan regulasi untuk mendorong kebijakan kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru. KKP menetapkan beberapa program untuk mendukung 

ketahanan pangan nasional, yang secara umum untuk meningkatkan produksi ikan dalam rangka ,pemenuhan kebutuhan pangan; untuk memastikan keterjangkauan pangan; dan untuk 

memastikan mutu produk perikanan aman.

Diskusi berlangsung menarik karena diperkaya dengan pandangan dan pendapat dari sejumlah Anggota BULD DPD RI, diantaranya Dr. Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si., Ir.H. Achmad Sukisman Azmy, M.Hum., Ir. Abraham Liyanto, dan M. Sum Indra, S.E., M.M.Si. 

Dalam penutupnya, Senator Stefa menegaskan bahwa hasil diskusi akan didalami lebih lanjut oleh BULD DPD RI guna dirumuskan sebagai hasil pemantauan BULD DPD RI terhadap ranperda/perda tentang ketahanan pangan.

"Hal terpenting untuk dicatat, bahwa dalam membangun ketahanan pangan ,Indonesia, perlu sinergisitas antar kelembagaan maupun stakeholders daerah."ucap SBANL. 

Lanjutnya, perlu dilakukan kebijakan desentralisasi pupuk, serta kajian/telaah terkait ketentuan dalam Undang￾Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, khususnya 

ketentuan kewajiban peningkatan produksi pertanian dan ketentuan impor komoditas pertanian 

yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2023, tentang ,Penetapan Peraturan Pemerintah Penggant,Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang."tutup Stevanus Liow.  (Dotu)

×
Berita Terbaru Update