Notification

×

Iklan

Iklan

TOLAK OMNIBUSLAW, KEKERASAN TERJADI TERHADAP 17 MAHASISWA UNIMA

Rabu, 07 Oktober 2020 | 22:16 WIB Last Updated 2020-10-07T14:16:11Z


MINAHASA KOMENTAR - Aksi mahasiswa menolak Undang-Undang Omnibus Law berlangsung di Kampus Universitas Negeri Manado (Unima) di Tondano, Minahasa, Rabu (7/10/2020).


Imbasnya, diduga 17 mahasiswa ditahan polisi di Polres Minahasa. Mereka adalah Septian Paat, Anthoni Talubun, Dody Vargas, Opsar Damodalag, Jeremy Pantouw, Rahmat Kiai Demak, Asterlita Raha, Riano Mokalu, Migel Tuwaidan, Mery Yaty, Arif Pulumbara, Rafly, Steren Kalalo, Deswita Tumada, Eston Macpal, Hiskia Hamid dan Johanes Gerung


Pantauan di lapangan, Kejadian bermula ketika mahasiswa hendak menggelar aksi di Klinik Unima yang berdekatan dengan gerbang utama. Rupanya, rencana mereka sudah tercium aparat sehingga melakukan barikade di depan klinik.


Saat memulai aksi pada pukul 10.00 WITA, mahasiswa bernegosiasi untuk keluar kampus, namun polisi terus menghalangi. Dalam kondisi itu, satu per satu pendemo mulai ‘diculik’.


Hingga pada pukul 12.00 WITA terjadi saling dorong antara polisi dan pendemo sehingga chaos. Puluhan pendemo luntang-lantang dihajar polisi menggunakan kayu yang merupakan tiang panji-panji yang dibawa mahasiswa. Para mahasiswa berusaha menghalangi polisi yang hendak menangkap teman mereka.


“Polisi minta massa aksi dibubarkan. Sehingga beberapa kawan kami ditangkap,” ujar seorang mahasiswa.


17 orang mahasiswa ditahan di Polres Minahasa dan mahasiswa meminta pihak rektorat untuk membebaskan mereka yang ditahan.


Ketua KPW PRD Sulawesi Utara (Sulut) Jim R Tindi mengecam keras aksi kekerasan oknum aparat Polres Minahasa, terhadap aksi mahasiswa Unima. “Polisi juga dengan arogan masuk dan melakukan penyisiran dan penangkapan terhadap mahasiswa di lingkungan kampus. Ini tidak dibenarkan. Tindakan tersebut jelas terlalu berlebihan dan arogan,” ujar Jim R Tindi 


PRD Sulut juga menyeruhkan agar segera membebaskan 17 mahasiswa yang ditangkap polisi. “Mendesak agar Kapolres Minahasa untuk dicopot dari jabatannya karena setiap penanganan aksi Unjuk rasa selalu dihadapi dengan kekerasan,” terangnya. 


Sementara itu Jaladri Junius Bawotong salah seorang aktivis mengatakan, jika benar kejadian yang dialami 

oleh rekan rekan mahasiswa Unima.


"Maka tamatlah sudah demokrasi kita,.

Ini bukan lagi sekadar persoalan 'secuil' undang undang yang ramai diperdebatkan, 


Tapi ini adalah pemerkosaan terhadap hak berpendapat yang dijamin oleh undang-undang.


"Apakah ini yang dinamakan, Ada yang dibunuh, ada peraturan, ada undang-undang, ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan," kata Jun sapaan akrabnya. (Alpin)


Sumber : Barta1.com

×
Berita Terbaru Update