Notification

×

Iklan

Iklan

REALITAS DISTORSI DAN DEGRADASI POLITIK DALAM MASYARAKAT

Sabtu, 29 Agustus 2020 | 01:31 WIB Last Updated 2020-09-20T13:08:07Z


MANADO KOMENTAR -  Benturan opini politik dalam rangkaian kontestasi politik adalah hal yg lazim. Karena hal tersebut adalah bagian integral dalam demokrasi. Dinamika politik akan selalu menciptakan poros pro dan kontra atau oposisi dan koalisi. Fenomena tersebut adalah manifestasi logis dari dinamika politik yang banyak kali memunculkan persepsi politik yang heterogen.

Dalam tatanan politik praktis, objektifitas adalah sebuah keniscayaan. Mengapa? Karena setiap orang akan punya persepsi dan dukungan politik yg subyektif, masing-masing akan menilai berdasarkan asas kemanfaatan bukan objektifitas. Percaya atau tidak, ini sebuah realita praktis yang tidak bisa kita sangkali.

Saya mengkategorikan volatilitas politik sebagai dinamika tanpa batas. Karena dalam politik praktis segala kemungkinan yang bisa di prediksi bahkan di luar prediksi politik sangat mungkn terjadi. Oleh karena itu, dalam amatan saya pribadi, dalam perjuangan politik harus rasional dan fokus pada kepentingan rakyat, dalam beberapa ruang analisa dan proyeksi politik kerap kali harus menggunakan pendekatan sains. Sekalipun, dalam diplomasi politik kerap kali menggunakan pendekatan secara filsafat.

Eksakta menerapkan prinsip obyektifitas yang tinggi dan mutlak akurat. Sistem aplikasi eksakta jika berdiri di atas pijakan subyektifitas akan sangat berbahaya. Asumsi subyektif akan berdampak destruktif terhadap sistem aplikasi eksakta. Berbeda dengan politik yang sangat dinamis, mudah berubah dalam hitungan detik karena proses induksi kepentingan politik personal atau kelompok.

Oleh karena itu, seorag figur jangan hanya membangun hubungan transaksional dengan rakyatnya. Hubungan barter jangka pendek ini hanya memperalat rakyat sebatas mesin elektoral sesaat. Tapi akhirnya, ketika seorag figur berkuasa lupa bahkan sengaja lupa membangun rakyatnya. Politik akan menjadi sangat brutal jika orientasi utamanya adalah untuk berkuasa dan melupakan utk membangun rakyat.

Dalam masyarakat kita, kerap kali konflik opini dan dukungan politik memicu konflik horizontal yang anarkis. Mengapa? Selain karena faktor literasi politik yg dangkal, juga di sebabkan karena eforia politik yang sudah overdosis bukan lagi proporsional dalam masyarakat yang di jerat dengan ketidak adilan ekonomi. Overdosisnya eforia politik ini di picu karena kesenjangan sosial ekonomi dalam berbagai lapisan stratifikasi sosial yang miris. Tidak meratanya keadilan dan kesejahteraan ekonomi dan proses edukasi politik dari para pelaku politik ke masyarakat yang gagal memicu distorsi dan degradasi politik dalam masyarakat (kemunduran makna politik dan regresifitas kualitas politik).

Politik di pandang bukan lagi jalan untuk membawa perubahan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Politik sudah menjadi komoditi pragmatis yang terpaksa di manfaatkan secara opurtunis oleh masyarakat terhadap kandidat.

Kegagalan fatal para pemimpin rakyat mensejahterakan rakyatnya, sudah pasti membuat kebrutalan politik di atas menggila dan sulit di kontrol. Apalagi jika sebuah daerah gagal menjadi sumber ekonomi bagi rakyatnya, maka momentum politik akan sangat membara bukan hanya karena sengitnya kompetisi politik antar kandidat tapi juga karena pertempuran pragmatisme demi sesuap nasi.

Efek dominonya akan membuat figur di sandera oleh tuntutan pembiayaan politik yang melambung selangit. Di mana "biaya politik" akhirnya mengalami obesitas menjadi "politik biaya". Akibatnya, tidak sedikit para kandidat yang harus menggadaikan diri dalam spekulasi koruptif yang akhirnya menciptakan lingkaran setan korupsi kelak saat berkuasa.

Membahas proyeksi dan gagasan ideal dalam politik kerap kali relatif. Tapi, kita jangan abaikan hakikat sejati dari politik itu sendiri. Politik dalam bahasa inggris adalah " Policy" yang mengandung makna "Kebijakan". Makna praktisnya, politik adalah perjuangan untuk propaganda dan membahas, memperahankan visi pro rakyat sehingga di tetapkannya kebijakan publik melalui instrumen kekuasan dan undang-undang yang bisa memberi manfaat bagi masyarakat.

Jika patogenitas dari distorsi dan degradasi politik di atas tidak ada yang berani untuk mengubah, maka sampai kapan pun, bangsa ini hanya menjadi " Negeri Para Bedebah" yang saling memangsa satu dengan lainnya. Para pemimpin hanya akan jadi predator buas yang dengan teganya mengorbankan kepala banyak orang demi perutnya sendiri. Ketimbang mengorbankan perutnya untuk perut banyak orang.

Sumber : Forum Literasi Masyarakat Sulawesi Utara
×
Berita Terbaru Update