Notification

×

Iklan

Iklan

TUHAN DALAM 'AGAMA' DEMOKRASI

Jumat, 11 Desember 2020 | 17:26 WIB Last Updated 2020-12-11T09:30:03Z

 


#semacamcatatanbudaya#


Politik uang akan semakin digdaya. Kedigdayaan tersebut disebabkan oleh keadaan ekonomi global yang carut marut, ekonomi beberapa negara mengalami resesi. Imbasnya, kondisi perekonomian Indonesia tiarap dan beberapa ekonom mempredisiki pertumbuhan ekonomi nasional akan terjun bebas alias resesi.

 Oleh : Sovian Lawendatu


MANADO KOMENTAR - Selain bola kaki, yang kini terbilang 'agama' global niscaya adalah juga demokrasi. Betapa tidak. Demokrasi  telah menjadi keyakinan umat manusia sejagat sebagai 'jalan keselamatan".


Alhasil, kalau ingin selamat, manusia -- dalam hidup kesosialan dan kenegaraannya -- mestilah berdemokrasi. Tentu, ini sudah menyangkut pilihan hidup untuk tidak memilih alias golput -- maklumlah, kata mereka yang empunya ilmu, golput adalah sisi hakiki demokrasi.


Sebagai 'agama', demokrasi mengusung keberadaan 'tuhan'. Wujudnya ialah kapital dan/atau uang.


Kalau begitu, di manakah posisi Tuhan dalam agama politik global ini?


Sama seperti saya dan warga 'sidi' atau dewasa umumnya, Tuhan dalam agama demokrasi berposisi sebagai  bagian dari konstituen pemilih. Karenanya, jangan heran, kalau di setiap ritual agama yang satu ini, ya pemilu, Tuhan pun punya jagoan, sekaligus menjadi target penggalangan dukungan, termasuk dengan cara money-politics.


Yang mungkin membedakan Tuhan dengan konstituen pemilih pada umumnya, taruhlah di lokus kita kini, antara lain ialah konsistensi dan konsekuensi dalam hal moralitas. Artinya, Dia menentukan pilihan politiknya semata karena gerakan hati nurani-Nya yang jujur dan bersih dari pamrih, ikhwal yang sejalan dengan hakikat demokrasi sebagai 'jalan keselamatan' umat ciptaan-Nya. Makanya, jangan heran, kalau dalam proses ritual agama ini, yakni pemilu, yang kodratnya memang menuhankan uang, Tuhan sering kalah, bahkan kalah telak alias K.O.


Tentu, Tuhan juga menjadi golput, ketika Ia melihat bahwa tidak ada kontestan yang layak dipilih-Nya. Nah, kalau begini jadinya, kita sepatutnya mengangkat dua jempol kepada Tuhan demi rasa syukur m atas tegaknya 'agama' demokrasi. 


Penulis adalah Kritikus dan Sastrawan.

×
Berita Terbaru Update