Notification

×

Iklan

Iklan

JURANI RURUBUA: ANTARA UUPA DAN NASIB GURU, HARUS ADA REGULASI BARU

Jumat, 25 Oktober 2019 | 12:55 WIB Last Updated 2019-10-25T15:57:05Z
MANADO KOMENTAR-Dukungan terhadap profesi guru terus mengalir, pasca terbunuhnya salahsatu Guru Agama Kristen, bernama lengkap Alexander Watupangkey, yang ditusuk 9 kali oleh muridnya di SMK Ichtus Manado.

Dukngan kepada Guru, kali ini datang dari Anggota DPRD Manado Jurani Rurubua. Dia mengatakan, sebagaimnana rumusan  Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan, bahwa guru secara khusus, adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Lanjut dikatakan Jurani, setelah melihat definisi guru, maka disimpulkan, bahwa tugas guru tidaklah ringan. Ia dituntut untuk terus senantiasa meningkatkan profesionalismenya dengan baik, dibalik beratnya tantangan guru.

“Ada memang kejadian kekerasan guru terhadap murid. Tetapi banyak pula kasus yang telah terjadi, di mana guru menjadi objek kekerasan peserta didik.  Parahnya lagi, ada guru yang dianiaya hingga meninggal dunia,”kata Jurani.

Kasus terakhir yang masih hangat dalam ingatan kita adalah penganiayaan terhadap seorang guru bernama Alexander Pangkey, Guru Agama Kristen di SMK Ichtus Kecamatan Mapanget Manado Kepergiannya menyisakan luka dan pilu yang menyayat hati. Paling menyedihkan lagi, Guru Agama itu, harus pergi selamanya dengan meninggalkan istri dan anak-anak. Dan pelakunya siswa yang masih berumur 16 tahun.

“Jadi bagaimana kita membedah kasus ini, mulai dari adanya Udang-undang perlindungan anak kemudian dihadap-hadapkan dengan undang-undang perlindungan Guru?,”ulas  Jurani.

Menurut Jurani, kadang ada orang tua murid yang melaporkan Guru yang dianggap melanggar UU perlindungan anak, lantaran memberikan sanksi disiplin kepada siswa, semisal push up atau berlari mengelilingi lapangan basket di sekolah. Itu sebabnya sanksi disiplin seperti itu tidak boleh diberlakukan.”Jadi tidak boleh memberikan sanksi seperti itu, karena dianggap melanggar UU perlindungan anak,”jelas Jurani.

Lanjut dijelaskan Jurani, tindakan disiplin, sebagai bentuk sanksi kepada murid yang melanggar disiplin sekolah, harus mengacu pada tata tertib sekolah dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. “Artinya, guru harus berhati-hati menerapkan sanksi disiplin terhadap siswa, agar terhindar dari UU perlindungan anak,”jelasnya lagi.

Diposisi ini, guru seolah berada dipersimpangan jalan, karena UU Perlindunagan anak dianggap seperti ranjau yang sewaktu-waktu bisa menyandera guru dari kewenangan sebagai pengajar.

Dengan adanya kondisi UUPA, akan membuat tugas guru dalam mendidik anak menjadi merosot. Itu lantaran guru, akan mengambil jalan aman.”Bisa saja akan muncul rasa takut dari guru, untuk mengambil tindakan disiplin, meskipun melihat prilaku siswa yang kurang sopan. Padahal guru harus bertanggungjawab, soal prestasi siswa. Dilematis memang profesi gru saat ini,”terangnya.

Lewat berbagai persoalan kriminal yang terjadi di sejumlah sekolah di Indonesia, khsusunya di kota Manado, Jurani berharap, bahwa atas fakta-fakta yang terjadi, Pemerintah, lewat Kementerain Pendidikan dan kebudayaan RI, mau tidak mau, harus duduk semeja bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk meremuskan undang-undang baru untuk melindungi guru, untuk disinkronkan dengan undang undang perlindungan terhadap anak khususnya di sekolah, guna memberikan rasa aman kepada guru dalan menjalankan tugasnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa atau kuli kapur, tetapi juga perlindungan terhadap anak atau siswa.

Dia menjelaskan, bahwa solusi dari persoalan murid dan gru adalah. melakukan sinkronisasi dan integrasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, supaya dari sisi etika, semangat pemberlakuan undang-undang tidak tumpang tindih dan berbenturang dengan UU yang lain. Semisal, UU perlindungan anak dan UU perlindunagn terhadap guru yang diatur pada Pasal 39 Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005.

“Saya berharap, pemerintah segera mengeluarkan  regulasi yang baru, yang isinya memberikan pengecualian terkait pemberlakuan Undang-undang Perlindungan Anak. Bahwa guru mendapat pengecualian ketika melaksanakan kewenangannya sebagai tenaga pendidik, sehingga guru dapat bekerja menjalankan tugasnya secara professional, dan guru dapat kembali fokus dalam tugas pokonya yaitu, mendidik, mengajar, membimbing, mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi, guna menghantar siswa pada jalur pendidikan formal, mulai dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah dengan baik.

Republik ini kata Jurani, harus memastikan, adanya keadilan kepada semua rakyat Indonesia, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan sila ke-5 yaitu,  keadilan sosial bagi seluruh Indonesia dapat terpenuhi dalam hidup berbnangsa dan bernegara,”tandas politsi Partai Solidaritas Indonesia ini.(jose)

×
Berita Terbaru Update