KOMENTAR.CO.ID MANADO - Saling tuding diantara personil Pansus Ranperda BUMD di DPRD Sulut semakin menarik diikuti, bahkan beberapa fakta mulai terungkap melalui pernyataan-pernyataan diantara anggota pansus bahwa sejak awal pembentukannya, Pansus Ranperda BUMD yang menjadi inisistif komisi 2 tersebut sudah bermasalah.
Felly Runtuwene yang merupakan wakil ketua Pansus mengungkap bahwa selain tidak memiliki notulen rapat awal pembentukannya, inisiatif pembentukan Pansus tersebut ternyata tidak melibatkan semua anggota komisi 2. Bahkan ketua komisi yakni Marlina Moha Siahaan (MMS) juga pada awalnya tidak tahu kalau Ranperda BUMD ini merupakan inisiatif dari Komisi yang dipimpinnya .
“Saya sebenarnya ingin meluruskan pernyataan-pernyataan yang dimuat di media bahwa saya adalah pembohong. Namun saya tidak ingin meladeninya, sebab kalau saya mau, akan lebih terang menderang ini barang. Saya tidak mau dibilang pembohong.” ucapnya.
Dirinya menyesalkan kenapa tidak ada notulen ataupun rekaman di awal pembahasan Ranperda BUMD ini karena menurutnya hal tersebut adalah pegangan atau bukti nyata kalau Ranperda ini asli inisiatif Komisi II dan bukan hasil plagiat.
“Coba kalian (wartawan red.) minta di staf ada ndak rekaman itu, gampang koq mencari pembuktian. Coba kalian tanya anggota komisi 2, tanya anggota Baleg, ada empat orang yang ke kementerian, saya juga hadir disitu karena waktu saya tantang untuk membuka rekaman tersebut mereka tidak berani. Ada apa ini jangan torang biasakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan di DPRD dipelihara terus seperti ini, sementara kami harus bertanggung jawab apapun yang dihasilkan oleh dewan ” tutur politisi Nasdem ini.
Sementara terkait materi Ranperda yang diadopsi dari daerah lain dirinya justru menilai hal tersebut seolah-olah menunjukan bahwa kualitas SDM Sulut diragukan. “ Memang tidak ada masalah kalau ada beberapa yang diadopsi dari daerah lain, namun apa kurang smart masyarakat Sulut sampai harus mengambil sekian persen dari daerah lain, sementara ikon kita yakni Sam Ratulangi merupakan seorang akademisi terkenal. Tapi ini bukan menjadi permasalahan utama, namun prosesnya yang tiba-tiba langsung jadi, jangan cuma jadi penonton tiba-tiba sudah jadi. Padahal lembaga ini merupakan tempat untuk menghasilakan produk yang tentunya melalui suatu proses yang lahir dari hasil pemikiran para anggota DPRD Sulut dengan latar belakang disiplin ilmu berbeda-beda. Saya justru ingin merubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di lembaga legislatif agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini.” tutupnya. (stem)
Felly Runtuwene yang merupakan wakil ketua Pansus mengungkap bahwa selain tidak memiliki notulen rapat awal pembentukannya, inisiatif pembentukan Pansus tersebut ternyata tidak melibatkan semua anggota komisi 2. Bahkan ketua komisi yakni Marlina Moha Siahaan (MMS) juga pada awalnya tidak tahu kalau Ranperda BUMD ini merupakan inisiatif dari Komisi yang dipimpinnya .
“Saya sebenarnya ingin meluruskan pernyataan-pernyataan yang dimuat di media bahwa saya adalah pembohong. Namun saya tidak ingin meladeninya, sebab kalau saya mau, akan lebih terang menderang ini barang. Saya tidak mau dibilang pembohong.” ucapnya.
Dirinya menyesalkan kenapa tidak ada notulen ataupun rekaman di awal pembahasan Ranperda BUMD ini karena menurutnya hal tersebut adalah pegangan atau bukti nyata kalau Ranperda ini asli inisiatif Komisi II dan bukan hasil plagiat.
“Coba kalian (wartawan red.) minta di staf ada ndak rekaman itu, gampang koq mencari pembuktian. Coba kalian tanya anggota komisi 2, tanya anggota Baleg, ada empat orang yang ke kementerian, saya juga hadir disitu karena waktu saya tantang untuk membuka rekaman tersebut mereka tidak berani. Ada apa ini jangan torang biasakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan di DPRD dipelihara terus seperti ini, sementara kami harus bertanggung jawab apapun yang dihasilkan oleh dewan ” tutur politisi Nasdem ini.
Sementara terkait materi Ranperda yang diadopsi dari daerah lain dirinya justru menilai hal tersebut seolah-olah menunjukan bahwa kualitas SDM Sulut diragukan. “ Memang tidak ada masalah kalau ada beberapa yang diadopsi dari daerah lain, namun apa kurang smart masyarakat Sulut sampai harus mengambil sekian persen dari daerah lain, sementara ikon kita yakni Sam Ratulangi merupakan seorang akademisi terkenal. Tapi ini bukan menjadi permasalahan utama, namun prosesnya yang tiba-tiba langsung jadi, jangan cuma jadi penonton tiba-tiba sudah jadi. Padahal lembaga ini merupakan tempat untuk menghasilakan produk yang tentunya melalui suatu proses yang lahir dari hasil pemikiran para anggota DPRD Sulut dengan latar belakang disiplin ilmu berbeda-beda. Saya justru ingin merubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di lembaga legislatif agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini.” tutupnya. (stem)